PDB meningkat pada Q2 2024: Manufaktur terus menggerakkan perekonomian
Manufaktur terus memberikan kontribusi penting terhadap perekonomian nasional. Kontribusi sektor tersebut terhadap produk domestik bruto (PDB) pada triwulan II 2024 sebesar 18,52% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 18,26%.
Karena kontribusinya yang cukup besar, sektor manufaktur menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi triwulan II dengan kontribusi sebesar 0,79%. Menteri Perindustrian Agus Gumiwan Kartasasmita mengakui keberhasilan tersebut, namun mencatat pertumbuhan industri pengolahan nonmigas sedikit menurun hingga mencapai 4,63 persen (y-o-y) pada triwulan II-2024.
Nilai ini sedikit lebih rendah dibandingkan 4,64% pada Q1 2024. Pertumbuhan sektor tersebut didorong oleh permintaan domestik dan internasional, khususnya dari industri makanan dan minuman yang mencatat pertumbuhan sebesar 5,53%, didukung oleh peningkatan permintaan pada saat Idul Fitri, Idul Adha, dan musim panen padi.
Industri logam dasar juga mencatat pertumbuhan signifikan sebesar 18,07% didorong oleh meningkatnya permintaan produk baja baik di pasar domestik maupun internasional. Sementara itu, industri kimia, farmasi, dan obat tradisional mencatat pertumbuhan sebesar 8,01% mencerminkan peningkatan permintaan dari pasar domestik dan internasional.
Meskipun sektor-sektor tersebut mengalami perkembangan positif, namun terdapat penurunan di beberapa sektor. Misalnya saja industri tekstil dan pakaian jadi yang mencatatkan penurunan sebesar 0,03% (year-on-year) karena banyaknya produk tekstil impor yang masuk ke pasar dalam negeri. Selain itu, industri kulit, barang jadi dari kulit, dan alas kaki juga terkena dampak penurunan produksi alas kaki akibat ditutupnya beberapa pabrik di Provinsi Banten, Jawa Barat, dan DI Yogyakarta, yang tumbuh lambat dan hanya tumbuh sebesar 1,93%.
Menteri Perindustrian menekankan pentingnya peran industri manufaktur sebagai tulang punggung perekonomian nasional. Namun, kinerja sektor ini akan sangat bergantung pada upaya pemerintah untuk menciptakan lingkungan bisnis yang mendukung.
“Kondisi perekonomian global yang tidak stabil dan regulasi yang tidak mendukung pelaku industri juga berdampak pada aktivitas industri di dalam negeri. Oleh karena itu, diperlukan penyesuaian yang serius dan tepat sasaran,” kata Agus.
Kinerja PMI Manufaktur
Perlambatan ini juga tercermin pada Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada Juli 2024 yang turun menjadi 49,3, menandai penurunan selama 34 bulan berturut-turut fase.
Presiden Joko Widodo dalam Rapat Kabinet di Ibu Kota Negara (IKN) menyatakan bahwa PMI manufaktur akan mengalami penurunan karena beberapa negara, terutama di Asia, juga mengalami penurunan serupa dan sektor manufakturlah yang paling terkena dampaknya perlu berhati-hati.
Indeks Keyakinan Industri (IKI) pun tercatat mengalami penurunan menjadi 52,4 pada Juli 2024 dari 52,5 pada Juni 2024. Penurunan ini disebabkan oleh turunnya nilai variabel pesanan baru dan turunnya variabel produksi, yang mengindikasikan turunnya tingkat kepercayaan atau optimisme di kalangan pelaku industri.
Menghadapi tantangan ini, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W. Kamdani mengatakan pemerintah harus memastikan stabilitas nilai tukar Rupiah dan mengendalikan inflasi agar sektor manufaktur kunjungi dapat terus berekspansi Menurut dia, fluktuasi nilai tukar yang fluktuatif dapat menyebabkan inflasi biaya produksi, menimbulkan risiko usaha yang tinggi, dan pada akhirnya menghambat ekspansi usaha bagi pengusaha dan investor.